Prabovo-Gibran yang pencalonannya sebagai presiden dan wakil presiden menuai kontroversi, akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.
Untuk melindungi pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauPrabovo yang berisi pertanyaan-pertanyaan penting yang muncul dari pemetaan kami dengan jaringan penulis TCID. Edisi kali ini juga mengulas 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, serta memberikan persiapan bagi Prabowo-Gibran dalam menjalankan tugasnya.
Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden RI Prabov Subjant mengambil langkah awal dalam membangun pendidikan tinggi dan mengembangkan ekosistem ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia dengan membentuk kementerian baru bernama Kementerian Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Kemendiktisaintek).
Pada 21 Oktober 2024, Prabowo melantik Satrjo Soemantri Brodjonegoro sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, didampingi dua wakil menteri, Stella Christie dan Fauzan.
Kementerian Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi merupakan satu dari tiga kementerian baru yang dibentuk sebagai hasil pengembangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo periode 2019-2024. Dua kementerian baru lainnya adalah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Kebudayaan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2019-2024. Nadiem Makarim (kanan) bersama tiga menteri penerusnya dari Kabinet Merah Putih yakni Menteri Kebudayaan Fadli Zon (kiri), Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Satrjo Soemantri Brodjonegoro (kedua kiri) dan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. Abdul Mu'ti (kedua kanan) usai serah terima jabatan di Jakarta, Senin (21 Oktober 2024). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumai/vol.
Terangkatnya ketiga akademisi ini membawa harapan baru bagi dunia pendidikan tinggi, ilmu pengetahuan dan teknologi, mengingat kementerian terkait dipimpin oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya.
Apakah keduanya benar-benar merupakan kombinasi ideal untuk memimpin Kementerian Pendidikan dan Teknologi lima tahun ke depan? Apakah kehadiran kementerian baru ini juga bisa menjawab berbagai tantangan pendidikan tinggi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia?
Sinergi tiga akademisi
Satrio Soemantri Brodjonegoro sudah tidak asing lagi dengan dunia pendidikan dan iptek di Indonesia. Putra dari Soemantri Brodjonegor—Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1973—menjabat sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi pada tahun 1999-2007 dan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) pada tahun 2018-2023.
Ia juga dikenal sebagai penggagas otonomi kampus dengan konsep Perguruan Tinggi Hukum Negeri atau PT BHMN (sekarang Perguruan Tinggi Hukum Negeri atau PTNBH). Saat menjabat sebagai Ketua AIPI, beliau menjabat sebagai kepala arsitek lembaga pendanaan penelitian independen seperti Yayasan Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI) dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI). Dengan rekam jejak yang baik, kemampuan Satrjo dalam pengambilan kebijakan dan pengelolaan pendidikan tinggi serta ilmu pengetahuan dan teknologi nampaknya tidak perlu diragukan lagi.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2019-2024 Nadiem Makarim (kiri) menyerahkan jabatannya pada Senin (21 Oktober 2024) bersama Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro (kanan) di Jakarta. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumai/vol.
Sedangkan Stella Christie sebagai wakil menteri dapat banyak membantu Satri dari segi pendidikan tinggi dan penelitian internasional yang berkualitas. Sebagai seorang akademisi dengan pengalaman mengajar dan penelitian di berbagai kampus ternama di Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, Stella dapat membantu mewujudkan impian perguruan tinggi Indonesia masuk dalam 100 besar dunia.
Kehadiran Stella juga menjadi sinyal kuat akan kemungkinan peningkatan kerja sama pendidikan tinggi dan penelitian antara Indonesia dan Tiongkok, mengingat jabatan terakhirnya sebagai profesor di Universitas Tsinghua.
Sementara Fauzan yang pernah menjabat Rektor Universitas Muhammadiyah Malang membawa pengalaman dalam manajemen universitas, manajemen pendidikan, dan penyempurnaan kurikulum. Dengan pendidikan dan pengalamannya di bidang pedagogi, kami berharap Fauzan mampu memperbaiki sistem pendidikan tinggi Indonesia, terutama dalam penataan kurikulum dan proses pembelajaran sesuai tantangan zaman.
Berdasarkan penjelasan di atas, perpaduan ketiganya tampak ideal dan saling melengkapi.
Pemisahan fungsi kementerian
Memisahkan fungsi Kementerian Pendidikan dan Teknologi dari Kementerian Pendidikan sebenarnya bukan hal baru. Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi 2014-2019, fungsi-fungsi tersebut juga dipisahkan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengurusi pendidikan tinggi, sedangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan fokus pada pendidikan dasar dan menengah. Namun pada periode 2019-2024, keduanya kembali digabung.
Pemisahan fungsi ini menurut saya perlu dilakukan guna mendorong peran perguruan tinggi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat.
Menggabungkan koordinasi pendidikan tinggi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (melalui kegiatan penelitian di berbagai lembaga penelitian non-universitas) telah terbukti berhasil di beberapa negara. Jerman misalnya, menjadi salah satu negara paling produktif dalam menghasilkan penelitian berkualitas sejak penerapan kombinasi koordinasi tersebut.
Sebagian besar universitas di Jerman mempunyai kapasitas untuk melakukan penelitian dasar yang dibutuhkan oleh industri. Penelitian dasar ini belum tentu dapat langsung diterapkan, namun memberikan landasan penting bagi penelitian terapan di masa depan. Penelitian ini kemudian dikoordinasikan dengan kegiatan lembaga penelitian non-universitas, seperti Max Planck Society dan Helmholtz Association, yang fokus pada penelitian dasar dan terapan.
Berbeda dengan Singapura yang secara efektif memisahkan koordinasi pendidikan tinggi dan penelitian. Kementerian Pendidikan Singapura bertanggung jawab atas pendidikan tinggi, sedangkan National Research Foundation (NRF) memimpin koordinasi penelitian. Meski berbeda dengan Jerman, pendekatan ini juga berhasil menjadikan Singapura sebagai pusat pendidikan dan penelitian terkemuka.
shutterstock.
Dalam konteks Indonesia, menggabungkan koordinasi pendidikan tinggi dan penelitian mungkin merupakan pilihan terbaik saat ini. Sebab, dengan langkah ini, perguruan tinggi bisa menghasilkan penelitian yang lebih berkualitas dan selaras dengan kebutuhan industri dan aktivitas lembaga penelitian lainnya.
Keberadaan Kemendikbudristek juga diharapkan mampu menyelesaikan berbagai persoalan ekosistem riset di Indonesia, seperti masih sedikitnya universitas riset yang mempunyai otonomi penuh untuk menyelenggarakan proses pendidikan dan penelitian.
Penguatan koordinasi dan infrastruktur
Untuk memperkuat koordinasi pendidikan tinggi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, beberapa perguruan tinggi di Indonesia dapat menjadi universitas riset pionir yang mempunyai otonomi luas dalam hal perumusan kurikulum, pendanaan dan pengelolaan harta benda.
Dengan cara ini, mahasiswa pascasarjana dapat lebih terlibat dalam penelitian, sementara universitas dapat mempekerjakan peneliti pascadoktoral untuk mendukung proyek penelitian jangka panjang. Strategi ini akan mengembangkan budaya penelitian, sehingga banyak generasi muda yang menjadi ilmuwan papan atas.
Koordinasi gabungan ini juga akan membantu mempercepat pengembangan infrastruktur penelitian di perguruan tinggi. Pada pemerintahan sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merupakan lembaga utama dalam pengembangan sistem iptek nasional. Oleh karena itu, prioritas pengembangan infrastruktur penelitian di perguruan tinggi tampaknya terabaikan.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengeluarkan Perpres baru yang akan menata kembali wilayah hukum BRIN agar kegiatan BRIN dan Kemendikbudristek semakin harmonis.
Meskipun terdapat berbagai kontroversi, masyarakat sangat menantikan peningkatan kualitas pendidikan tinggi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.
Presiden Prabovo Subianto memberikan dasar yang cukup untuk memulai perubahan ini dengan menunjuk staf yang kompeten dan melakukan reorganisasi lembaga. Selebihnya, kita harus memberikan waktu kepada Kementerian Pendidikan dan Teknologi untuk membuktikan perannya dalam membangun masa depan pendidikan tinggi dan penelitian yang berkualitas di Indonesia.