Friday, December 6, 2024

5 Teratas Minggu Ini

Posting Terkait

Gangguan dismorfik tubuh: apa yang perlu kita ketahui tentang kondisi kesehatan mental ini

Selebriti Megan Fox mengungkapkan dalam sebuah wawancara dengan Sports Illustrated bahwa dia menderita dismorfia tubuh. Fox berkata, “Saya tidak pernah melihat diri saya seperti orang lain melihat saya. Tidak pernah ada titik dalam hidupku di mana aku mencintai tubuhku.”

Fox bukan satu-satunya orang yang mengalami hal ini. Banyak selebritas lain yang berbagi pengalamannya dengan kondisi tersebut, termasuk penyanyi Billie Eilish dan aktor Robert Pattinson. Diperkirakan sekitar 2% penduduk Amerika Serikat (AS) mengalami kondisi serupa.

Meskipun banyak diskusi tentang dismorfia tubuh dalam beberapa tahun terakhir, banyak orang mengasosiasikan kondisi ini dengan kecemasan terhadap citra tubuh. Bahkan istilah dismorfia tubuh sudah ketinggalan zaman, dan psikiater lebih memilih istilah “gangguan dismorfik tubuh” atau BDD (body dysmorphic disorder).

BDD adalah kondisi kesehatan mental parah yang menyebabkan tekanan luar biasa dan mengganggu kemampuan seseorang untuk beraktivitas sehari-hari. BDD juga menyebabkan salah satu tingkat bunuh diri tertinggi dari semua kondisi mental. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran mengenai kondisi ini.

Apa itu gangguan dismorfik tubuh?

BDD didefinisikan sebagai obsesi seseorang terhadap beberapa aspek tubuh atau penampilan yang mereka anggap sangat cacat – padahal sebenarnya orang lain tidak menganggap ada yang salah.

Banyak orang tidak puas dengan beberapa aspek penampilan mereka, namun penderita BDD merasakan ketidakpuasan ini beberapa jam sehari dan memiliki pikiran dan perasaan yang mengganggu tentang kekurangan yang mereka rasakan.

Kekurangan yang dirasakan ini menyebabkan tekanan emosional yang ekstrim dan masalah yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Orang dengan BDD memiliki kesadaran diri yang berlebihan, sering kali percaya bahwa orang lain memperhatikan, menilai, atau membicarakan kekurangan yang mereka rasakan. Hal ini dapat menyebabkan mereka menghindari hubungan intim dan interaksi sosial – termasuk pekerjaan dan sekolah. Beberapa orang mungkin tidak ingin keluar rumah sama sekali.

Orang dengan BDD juga dapat mengalami perasaan jijik, cemas, dan rendah diri yang ekstrem, serta pikiran untuk bunuh diri karena kekurangan yang mereka rasakan sangat menyusahkan. Perilaku berulang yang berlebihan—seperti bercermin, berdandan berlebihan, menggaruk kulit, atau mencari pengakuan dari orang lain—juga umum terjadi pada penderita BDD.

Meski kulit, hidung, gigi, dan mata merupakan bagian tubuh yang paling sering menjadi fokus utama penderita BDD, namun berat badan atau ukuran otot juga bisa menjadi obsesi. Penderita BDD juga sering sibuk dengan beberapa bagian tubuhnya sekaligus.

Gangguan ini biasanya terjadi pada usia remaja, namun penyebab kondisi ini belum diketahui secara pasti. Beberapa penyebab potensial adalah trauma masa kanak-kanak, intimidasi terkait penampilan, genetika, dan ketidakseimbangan kimiawi di otak.

Penderita BDD mungkin sering memeriksa kekurangannya di depan cermin di siang hari. Paul Rushton/Shutterstock

Meskipun BDD dapat terjadi pada pria dan wanita, pria lebih mungkin mengalami dismorfia otot (suatu kondisi kesehatan mental di mana orang menganggap tubuhnya kecil dan kurang massa otot). Laki-laki juga lebih cenderung terobsesi dengan alat kelaminnya dibandingkan perempuan.

Meskipun BDD mempengaruhi sekitar 2% orang, kemungkinan besar prevalensi sebenarnya lebih tinggi. Pasalnya, penderita BDD seringkali takut untuk memberi tahu ahli kesehatan tentang gejala yang dialaminya karena malu atau takut tidak dipahami.

Dapatkan bantuan

Banyak dari kita merasa tidak aman dengan beberapa aspek penampilan kita. Namun bagi kebanyakan dari kita, hal ini tidak menyebabkan kesusahan yang ekstrim atau mengganggu kehidupan sehari-hari. Anda harus mencoba berbicara dengan seseorang jika Anda mengalami gejala seperti:

Habiskan setidaknya satu jam sehari untuk memikirkan kekurangan penampilan Anda, merasa terobsesi dengan kekurangan yang Anda rasakan dan mengganggu aktivitas sehari-hari, mengalami tekanan emosional yang signifikan akibat obsesi tersebut.

Penting untuk diketahui bahwa selalu ada bantuan. Jika Anda bingung harus mulai dari mana, langkah pertama yang bisa Anda lakukan adalah berkonsultasi dengan dokter atau praktisi kesehatan mental. Mereka akan menanyakan pertanyaan tentang gejala yang Anda alami, bagaimana pengaruhnya terhadap hidup Anda, dan apakah Anda pernah berpikir untuk melukai diri sendiri. Anda juga bisa melakukan konsultasi kesehatan mental secara online jika merasa gugup untuk berbicara langsung.

Anda mungkin ditawari terapi perilaku kognitif (CBT), yang melibatkan kerja sama dengan terapis untuk mengubah pemikiran mengganggu tentang penampilan Anda dan menghilangkan perilaku bermasalah, seperti memeriksa diri sendiri di cermin. Itu semua tergantung pada tingkat keparahan gejalanya.

Untuk gejala yang lebih parah, Anda mungkin akan ditawari obat seperti fluoxetine, yang akan membantu mengurangi distorsi kognitif, depresi, dan kecemasan, sehingga memudahkan Anda dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Baik CBT maupun pengobatan efektif untuk mengelola dan mengurangi gejala BDD.

Banyak penderita BDD menjalani prosedur operasi plastik untuk “memperbaiki” kekurangan yang mereka rasakan, namun metode ini jarang berhasil mengatasi kondisi tersebut. Sekalipun seseorang merasa lebih baik dengan bagian tubuhnya yang “lebih baik”, di kemudian hari mereka mungkin terobsesi dengan bagian tubuhnya yang lain.

Memiliki BDD bukan berarti Anda sombong atau terobsesi pada diri sendiri, dan bukan hal yang memalukan. Gangguan dismorfik tubuh tidak akan hilang tanpa pengobatan, jadi penting untuk mencari bantuan jika Anda mengalami masalah.

Rahma Sekar Andini menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris

negaraku

negaraku indonesia

indonesia negaraku

indonesia

Artikel Populer