Prabovo-Gibran yang pencalonannya sebagai presiden dan wakil presiden menuai kontroversi, akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.
Untuk melindungi pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauPrabovo yang berisi pertanyaan-pertanyaan penting yang muncul dari pemetaan kami dengan jaringan penulis TCID. Edisi kali ini juga mengulas 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, serta memberikan persiapan bagi Prabowo-Gibran dalam menjalankan tugasnya.
Berakhirnya pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo pada Oktober 2024 menimbulkan sejumlah pertanyaan mengenai kebijakan yang biasanya berubah seiring perubahan konstelasi politik, termasuk pendidikan.
Pada masa pemerintahannya, Jokowi membuat beberapa kebijakan di bidang pendidikan melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Di antaranya Program Merdeka Belajar di kampus, kebijakan World Class University, dan yang terbaru perubahan sistem karir dosen pada Permendikbudristek no. 44/2024.
.
Artikel ini mengulas kebijakan pendidikan pada masa pemerintahan Jokowi dan merekomendasikan bagaimana kebijakan tersebut sebaiknya dilanjutkan di era Prabowo Subianto.
Mekah internasional
Kebijakan pendidikan era Jokowi banyak fokus pada internasionalisasi. Hal ini terlihat dari tujuan World Class University yang mendorong kampus-kampus Indonesia berlomba-lomba mencapai hal tersebut.
Di satu sisi, tujuan tersebut mendorong kinerja kampus-kampus Indonesia untuk bersaing di kancah internasional. Namun di sisi lain, obsesi terhadap pemeringkatan internasional tersebut tidak berdampak positif terhadap permasalahan nyata di Indonesia.
Padahal, produk-produk kampus harus mampu menjawab permasalahan masyarakat melalui kegiatan Tiga Dharma, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Arah internasional ini juga terlihat dari penggunaan indikator pemeringkatan internasional yang lebih banyak berbicara tentang aspek kuantitatif – seperti jumlah publikasi, sitasi, dan jumlah hibah – dibandingkan kualitas dampak penelitian.
Sistem pemeringkatan internasional juga terlalu bergantung pada pengindeks jurnal internasional ternama. Faktanya, sistem ini justru menjadi ajang kapitalisme dan perebutan majalah.
Kebijakan pendidikan di era Prabovo harus fokus pada produksi teori-teori baru sebagai penelitian tingkat tertinggi. Sebab, hasil penelitian dasar, salah satunya teori baru, masih sangat minim di Indonesia.
Nasib karir mengajar
Pemerintahan Jokowi juga mengeluarkan beberapa kebijakan terkait nasib dosen, seperti perubahan administrasi karir dan pengakuan angka kredit dosen yang menimbulkan kontroversi.
Baru-baru ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Permendikbudristek No. 44/2024 tentang perubahan karir dosen. Terkait bansos, aturan terbaru ini lebih memihak pada dosen dari segi remunerasi atas pekerjaannya, karena mulai tahun 2025 mulai diberikan kepada dosen yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, batasan kuota sertifikasi guru dihilangkan sehingga guru mempunyai peluang lebih besar untuk memperoleh sertifikasi guru.
Namun, ada beberapa peringatan penting dari kebijakan ini yang harus diperhatikan oleh pemerintahan Prabov.
Daripada meminta dosen untuk menentukan bidang ilmu secepatnya karena menjadi acuan menilai lintasan karir, sebaiknya pemerintahan Prabov lebih menekankan pada kontribusi dan kebaruan penelitian. Dengan demikian, peta perjalanan penelitian dosen akan menunjukkan semakin meningkatnya penemuan-penemuan baru dan menghasilkan temuan-temuan teoritis, atau bahkan menciptakan sistem antar teori – yang saat ini masih belum populer di ranah akademik nasional. Terlebih lagi, persyaratan linearitas tidak lagi relevan dengan kondisi global.
Hal ini juga terkait dengan peraturan baru yang mendelegasikan kewenangan pemberian gelar profesor dari negara kepada masing-masing kampus untuk memenuhi tujuan ideal satu program gelar, satu profesor. Kebijakan ini rawan disalahgunakan. Sebab, meski jabatan guru besar telah diberikan oleh negara, masih banyak terjadi kecurangan dalam perolehan jabatan guru besar.
Begitu pula dengan penghapusan kewajiban melaksanakan Tiga Dharma bagi dosen yang menjabat sebagai pejabat struktural kampus, seperti rektor, wakil rektor, dekan, wakil dekan, atau ketua program studi (kaprodi), dan kebebasan memilih salah satu saja. kegiatan Tiga Dharma untuk mengurangi beban kerja dosen. Bukan tidak mungkin, kebijakan ini berarti hanya dosen non-struktural yang mengamalkan Tiga Dharma, sedangkan dosen struktural cenderung fokus pada kegiatan struktural dan administrasi.
Intinya, dengan kebijakan terbaru ini, pemerintahan mendatang belum menerapkan mekanisme kontrol dan pengawasan sehingga kasus-kasus seperti persaingan karya ilmiah dan kecurangan dalam proses jabatan profesor – seperti yang terjadi di era Jokowi – dapat dihindari.
Kurikulum mandiri
Sebagai program unggulan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, program Belajar Kampus Merdeka (MBKM) mempunyai sisi positif karena memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memilih bidang minat dengan model pembelajaran yang berbeda-beda.
Salah satu program turunan MBKM—connecting and match dengan dunia kerja—juga patut diacungi jempol meski angka pengangguran lulusan baru masih tinggi.
Kedua kebijakan ini dapat mempererat kerja sama antara dunia kerja dan pendidikan, misalnya melalui program magang bersertifikat atau praktisi pengajar. Program-program tersebut akan memperkaya wawasan lapangan dalam dunia akademik sehingga mahasiswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang benar-benar relevan dengan dunia kerja.
Program MBKM layak dilanjutkan pada masa kepemimpinan Prabov. Namun dengan catatan tidak hanya memenuhi kebutuhan mencari pekerjaan, namun mendukung arah pembangunan Indonesia menjadi kiblat ilmu pengetahuan dengan temuan-temuan terobosan yang berkontribusi.
Dengan cara ini, keseimbangan dapat dicapai antara upaya mengurangi jumlah pengangguran dan mengembangkan pengetahuan.
Sebuah pesan untuk Prabov
Permasalahan pendidikan di Indonesia memang kompleks. Oleh karena itu, penyelesaiannya harus sistemik. Hal ini dapat dimulai dengan mengubah arah orientasi pendidikan masa depan, memperbaiki regulasi dan memperkuat budaya akademik.
Padahal, Indonesia harus berani bermimpi mengubah arah ilmu pengetahuan dengan menjadi pusat ilmu pengetahuan di masa depan. Namun, hal ini hanya dapat dicapai jika kebijakan masa depan tidak dikompromikan dengan segala jenis penipuan akademis dan kapitalisme penerbitan.