Friday, December 6, 2024

5 Teratas Minggu Ini

Posting Terkait

Macam-macam ilmu ekonomi restoratif: kesinambungan antara perekonomian dan lingkungan

Kemajuan peradaban manusia mendorong eksploitasi tanah secara besar-besaran. Program Lingkungan PBB mencatat sebanyak 87% lahan basah global telah hilang sejak Revolusi Industri 1.0 pada abad ke-18. Padahal, lahan basah merupakan habitat alami flora dan fauna, sumber air bersih, dan sumber resapan air untuk mencegah banjir.

Puncak percepatan kerusakan ekosistem terjadi dalam 50 tahun terakhir. Selama periode ini, manusia telah mendegradasi lebih dari 2 miliar hektar lahan.

Fenomena ini membawa kita pada dua pemahaman kritis. Pertama, dunia masih bergerak lambat dalam menghadapi krisis iklim dan rencana transisi energi. Kedua, misi berkelanjutan tampaknya bertentangan dengan pertumbuhan dan aktivitas ekonomi, khususnya karena sektor ekstraktif dianggap lebih praktis dan layak secara ekonomi.

Kenali ekonomi restoratif

Kerusakan lingkungan yang semakin parah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemerhati lingkungan untuk meluncurkan model ekonomi yang lebih progresif dan ramah lingkungan, yaitu ekonomi restoratif. Istilah ini dipopulerkan oleh pengusaha dan pemerhati lingkungan Amerika, Paul Hawken, pada tahun 1993. Dalam bukunya The Ecology of Commerce, Hawken mengatakan bahwa “restorasi adalah mengembalikan sesuatu ke keadaan semula.”

Semangat gagasan ini dipuji oleh ekonom Oxford Kate Raworth pada tahun 2012 dengan bukunya Donut Economics: Seven Ways to Think Like a 21st Century Economist. Raworth setuju bahwa masyarakat modern tidak bisa lagi berpikir bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan tanpa memperhatikan kendala dan beban lingkungan.

Gambar 1. Skema ekonomi donat dalam ekonomi restoratif.

Keserakahan ekonomi ini menyebabkan kerusakan alam yang fatal seperti perubahan iklim, degradasi lahan dan penipisan ozon. Pandangan ini umumnya mengkritik model perekonomian arus utama yang hanya mengukur pertumbuhan ekonomi dari produk domestik bruto (PDB), tanpa mempertimbangkan dampaknya secara keseluruhan terhadap keberlanjutan alam dan sosial masyarakat.

Ide-ide ekonomi dan model-model perlindungan lingkungan memang sedang diperdebatkan dan timbul pertanyaan mengenai sejauh mana upaya restorasi yang dilakukan. Karena tidak mungkin mengembalikan warisan peradaban manusia yang sangat modern ini ke zaman perburuan dan pertanian.

Untuk menjawabnya, kita bisa merujuk pada kebijakan normalisasi Sungai Ciliwung di Jakarta yang bisa dijadikan contoh populer kebijakan ekonomi restoratif. Program ini menangani banjir tahunan yang mempengaruhi kegiatan perekonomian nasional dengan memperbaiki aspek lingkungan.

Apa perbedaan ekonomi restoratif dengan ekonomi sirkular dan regeneratif?

Dalam forum akademis, ilmu ekonomi restoratif seringkali dikontraskan dengan ilmu ekonomi regeneratif. Sementara di media massa, istilah ini kalah populer dibandingkan ekonomi sirkular. Meski sama-sama mengedepankan keberlanjutan, namun ketiganya memiliki ciri khas masing-masing.

Ekonomi restoratif berfokus pada perbaikan dan pemulihan alam ke keadaan semula. Ekonomi regeneratif membuat segalanya lebih baik. Artinya regenerasi merupakan suatu bentuk pemulihan atau restorasi yang lebih baik.

Kedua makna ini membawa implikasi bahwa praktik restoratif lebih mudah dicapai. Kewajiban pihak yang berkepentingan hanya sebatas pemulihan kerusakan lingkungan hidup akibat kegiatannya.

Sedangkan orientasi utama ekonomi sirkular adalah meminimalkan pemborosan dan memaksimalkan efisiensi sumber daya dengan menciptakan sistem loop tertutup. Hal ini terinspirasi dari proses siklus alami sehingga produk dan bahan dapat terus digunakan kembali.

Tabel 1. Perbedaan utama antara ekonomi restoratif, sirkular, dan regeneratif

file 20240924 18 3scvdu.png?ixlib=rb 4.1

Sumber: Diedit oleh penulis.

Tabel di atas menunjukkan bahwa ketiga model ekonomi tersebut mempunyai karakteristik dan pendekatannya masing-masing. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak dimaknai sebagai suatu hal yang bertentangan, namun saling melengkapi dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.

Anda masih bisa mendapat untung

Yang tidak kalah pentingnya, ekonomi restoratif masih menawarkan sejumlah potensi manfaat ekonomi. Kajian menunjukkan setiap investasi restorasi lahan sebesar Rp 16 ribu berpotensi menghasilkan manfaat ekonomi sebesar Rp 112 ribu karena restorasi alam justru memberikan tambahan peluang ekonomi.

Cambridge Econometrics memperkirakan setiap 20 ribu rupee yang dibelanjakan untuk penghijauan menghasilkan keuntungan ekonomi dan sosial senilai sekitar 55,8 ribu rupee. Manfaat serupa juga terjadi pada upaya restorasi lahan gambut dan lahan basah yang dapat memberikan return benefit sekitar Rp92,4 ribu dan Rp26,2 ribu.

Manfaat ekonomi yang dimaksud dapat berupa penciptaan lapangan kerja dan nilai tambah bruto. Sementara itu, manfaat sosial lebih berkaitan dengan peningkatan kualitas air, pengurangan risiko banjir, peningkatan keanekaragaman hayati, dan pelestarian situs ekologi.

Prinsip ekonomi restoratif juga bisa diterapkan secara praktis oleh masyarakat hingga ke tingkat akar rumput. Misalnya saja Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang mencanangkan gerakan ekonomi restoratif melalui inisiatif ekonomi Nusantara.

Sejak diluncurkan pada tahun 2021, program ini telah melibatkan 199.767 kepala keluarga di 28 provinsi, antara lain Sumatera Selatan, Bengkula, dan Kalimantan Timur. Valhi membantu mengelola 1,3 juta hektar lahan di komunitas yang terdiri dari lima lanskap ekologi, mulai dari lahan gambut hingga hutan. Hasilnya, Walhi mampu mengidentifikasi 77 potensi sumber pangan dan memulihkan hutan di Desa Ibun, Jawa Barat, yang kini menopang perekonomian masyarakat.

Prinsip ekonomi restoratif juga diterapkan di Desa Pigapu, Iwaka, Papua, melalui pengelolaan hutan rakyat. Program ini melibatkan 77 perempuan dan 33 laki-laki dalam tujuh kelompok usaha perhutanan sosial untuk mengelola hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungan, seperti ekowisata. Mereka juga diberikan akses terhadap pelatihan usaha, pengembangan produk dan perizinan usaha yang difasilitasi oleh Yayasan Ekologi Sahul Lestari dan didanai oleh Asia Foundation.

Program yang dilaksanakan sejak tahun 2022 ini berhasil menerbitkan legalitas usaha bagi empat kelompok usaha pangan, satu kelompok anyaman, satu kelompok tanaman hias, dan satu kelompok ekowisata. Desa Pigapu kini menjadi destinasi ekowisata lokal dengan 29 pemandu wisata, tiga di antaranya bersertifikat.

Negara ini masih lebih mengutamakan laju pertumbuhan ekonomi dibandingkan lingkungan hidup

Masih banyak negara yang belum menunjukkan komitmen kuat terhadap upaya pemulihan dan perlindungan lingkungan hidup. Misalnya, pemerintah Indonesia membuka kembali ekspor pasir laut yang telah ditutup selama 20 tahun. Kebijakan ini berpotensi merusak ekosistem pesisir dan mengancam penghidupan nelayan.

Bukan hanya Indonesia yang masih lamban dalam kebijakan lingkungan hidup. Negara-negara maju yang kerap mengkampanyekan pembangunan berkelanjutan masih “maju mundur” dalam mengimplementasikan inisiatif ini.

Berikut ini contohnya:

Jepang memberikan “solusi palsu” terhadap penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara dengan mengembangkan teknologi co-firing dan penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS).

Inggris menunda larangan penjualan mobil berbahan bakar fosil hingga tahun 2030

Sebagian besar elit publik dan politik di Italia, Jerman, Polandia dan Belanda juga menunjukkan penolakan terhadap kebijakan ramah lingkungan.

Contoh ini diperkuat oleh studi Bank Dunia yang menyatakan bahwa tidak ada negara yang dapat secara efektif mengurangi emisi karbon sambil mempertahankan laju pertumbuhan ekonominya. Tak berlebihan jika penulis sekaligus jurnalis peraih Pulitzer Prize asal Amerika Serikat, Elizabeth Colbert, menilai manusia sedang memproses kepunahannya sendiri.

Oleh karena itu, munculnya ekonomi restoratif harus menjadi perhatian bersama. Pemerintah dan sektor swasta, bukan hanya organisasi lingkungan hidup, harus memprioritaskan inisiatif ini. Hanya dengan komitmen dan tindakan nyata kita dapat mencapai keseimbangan antara kemajuan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

negaraku

negaraku indonesia

indonesia negaraku

indonesia

Artikel Populer