Jejaring sosial dihebohkan dengan tangkapan layar yang dibagikan komedian Bintang Emon di akun Instagram miliknya. Tangkapan layar memperlihatkan istri Bintang Emona mendapat hasil positif saat tes laboratorium narkoba. Setelah diselidiki, ternyata hasil positif tersebut disebabkan oleh obat flu yang diminumnya.
Hal ini kemudian menimbulkan kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan obat flu. Salah satu netizen misalnya berkomentar, “Wah, obatnya ada di kotak obat di rumah, jadi kita harap ada informasi lebih lanjut.”
Tangkapan layar reaksi pengguna internet. Penulis memberi.
Untuk memahami mengapa kita bisa mendapatkan hasil tes positif terhadap obat tersebut jika kita melakukan tes sambil meminum obat flu, pertama-tama kita perlu mengetahui kandungan di dalamnya.
Pahami kandungan obat masuk angin
Flu adalah penyakit yang umum. Berdasarkan survei tahun 2003, rata-rata orang akan terserang flu lebih dari sekali dalam setahun. Tingginya angka kejadian influenza disebabkan oleh variasi jenis virus influenza yang mencapai lebih dari 200 jenis. Selain itu, flu diketahui lebih mudah menyerang kelompok rentan seperti anak-anak, orang lanjut usia (lansia) atau orang dengan daya tahan tubuh lemah.
Irina Imago/shutterstock.
Sebagai penyakit yang umum di masyarakat, obat flu bisa dibeli dengan atau tanpa resep dokter. Karena salah satu gejala flu yang paling umum adalah hidung tersumbat, maka obat flu umumnya mengandung dekongestan, yaitu sejenis obat yang dapat meredakan gejala hidung tersumbat dengan cara mengurangi aliran darah ke hidung, sehingga mengurangi jaringan yang dapat menyumbat saluran pernapasan. .
Beberapa contoh dekongestan yang umum adalah pseudoefedrin, fenilpropanolamin, atau fenilefrin. Ketiganya tergolong prekursor, yaitu bahan atau bahan awal atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam produksi narkotika dan psikotropika, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berbeda dengan obat-obatan, zat ini tidak menimbulkan efek aditif atau adiktif. Namun, sebagai bahan awal, prekursor mungkin memiliki struktur kimia yang mirip dengan narkotika.
Narkoba atau narkotika sendiri merupakan zat yang dapat mengubah cara kerja otak dan tubuh, dan penggunaannya dapat menimbulkan kecanduan. Penggunaan narkoba memiliki risiko yang sangat tinggi dan rentan disalahgunakan sehingga tidak heran jika pemeriksaan laboratorium narkoba sering dilakukan sebagai salah satu syarat, misalnya untuk melamar pekerjaan baru.
Pengujian obat dilakukan untuk mendeteksi keberadaan obat atau metabolitnya di dalam tubuh. Tes ini biasanya dilakukan dengan menggunakan sampel urin, darah, atau rambut. Zat yang biasa diuji dalam tes narkoba termasuk amfetamin, kokain, opioid, phencyclidine (PCP), dan cannabinoid. Tes ini merupakan screening—digunakan untuk deteksi awal dibandingkan hasil kuantitatif—yang dapat memberikan hasil cepat, namun tingkat spesifisitasnya, atau kemampuan membedakan senyawa serupa, cenderung kurang akurat.
Saat dikonsumsi, baik pseudoephedrine, phenylpropanolamine HCl, dan phenylephrine akan diubah di dalam tubuh menjadi zat mirip amfetamin, sejenis stimulan. Stimulan bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas di otak, yang salah satu efeknya adalah memberikan efek euforia yang kuat. Kesamaan inilah yang bisa menimbulkan false positif dalam tes narkoba, seperti yang menimpa istri Bintang Emon.
Oleh karena itu, penting untuk memberi tahu petugas medis tentang semua obat yang sedang dikonsumsi sebelum melakukan pengujian obat. Dengan cara ini, staf medis dapat memprediksi hasil positif atau bahkan menyarankan agar tes dilakukan pada waktu yang berbeda.
Beberapa obat lain juga bisa memberikan hasil positif palsu, misalnya dekstrometorfan (umum terdapat pada obat batuk) dan propranolol dan atenolol (obat jantung).
Waktu yang tepat untuk ujian
Lalu kapan aman melakukan tes narkoba di laboratorium setelah menerima suntikan flu yang mengandung prekursor?
Hal ini tergantung pada seberapa cepat obat tersebut dapat dikeluarkan dari tubuh.
Misalnya, pseudoefedrin membutuhkan waktu 2-3 hari agar 95% obat dapat dikeluarkan dari tubuh; sedangkan fenilefrin dan fenilpropanolamin memerlukan waktu yang lebih singkat yakni sekitar 1-2 hari. Umumnya tes yang dilakukan setidaknya seminggu setelah mengonsumsi obat dapat menunjukkan hasil yang dapat diandalkan.
Minumlah obat flu Anda dengan aman
Mengonsumsi obat flu yang mengandung pseudoephedrine, phenylpropanolamine, atau phenylephrine mungkin sulit untuk dihindari. Namun, ada beberapa pedoman untuk penggunaan yang aman:
Minumlah obat sesuai petunjuk dokter atau apoteker Anda,
Jangan melebihi dosis yang dianjurkan,
Berikan informasi lengkap kepada dokter atau apoteker Anda tentang obat-obatan lain yang Anda pakai, termasuk obat flu yang dijual bebas,
Jika Anda akan menjalani tes obat, beri tahu dokter atau petugas penguji tentang obat flu yang sedang atau baru saja Anda konsumsi, termasuk waktu konsumsinya.
Penggunaan obat flu yang mengandung prekursor umumnya aman jika dikonsumsi sesuai petunjuk. Namun, untuk mencegah penyalahgunaan dan produksi obat yang menggunakan prekursor, maka penjualan obat yang mengandung prekursor, termasuk obat anti influenza yang mengandung pseudoephedrine, phenylpropanolamine atau phenylephrine, harus diatur dan dibatasi di Indonesia.
Penjualan prekursor hanya diperbolehkan di apotek rumah sakit, apotek, dan apotek yang mempunyai izin sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) no. 40 Tahun 2013. Pembelian juga dibatasi dan penjualan harus dicatat dan dilaporkan dalam format tertentu.
Kasus wanita Bintang Emon ini menjadi pengingat penting bagi kita semua untuk selalu berhati-hati dalam mengonsumsi obat dan memberikan informasi lengkap kepada petugas medis, terutama saat akan melakukan pemeriksaan. Dengan memahami fakta dan mengikuti pedoman yang aman, kita dapat melindungi kesehatan kita sekaligus menghindari hasil tes narkoba yang positif palsu.