Thursday, December 5, 2024

5 Teratas Minggu Ini

Posting Terkait

Penelitian: risiko polusi udara dan suara mempengaruhi kapasitas reproduksi

Sekitar 1 dari 6 orang di seluruh dunia mengalami infertilitas atau ketidaksuburan. Sementara itu, lebih dari separuh penduduk dunia tinggal di perkotaan.

Fakta ini memicu minat banyak peneliti untuk mencari tahu apakah kota yang bising dan berpolusi dapat menyebabkan kemandulan pada penghuninya, suatu kondisi di mana pria dan wanita sulit memiliki anak meski telah berupaya semaksimal mungkin.

Sebuah penelitian besar di Denmark menggunakan data nasional untuk mengkaji hal ini. Para peneliti telah menemukan bahwa paparan polusi udara dan kebisingan lalu lintas dalam jangka panjang dapat menyebabkan kemandulan, namun dampak keduanya berbeda pada pria dan wanita.

Dampak polusi dan kebisingan bagi tubuh

Kita tahu bahwa polusi udara akibat lalu lintas berdampak negatif terhadap lingkungan. Polusi udara juga berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan dikaitkan dengan kanker dan penyakit jantung.

Tak hanya itu, bahan kimia dari udara tercemar yang dihirup ternyata bisa masuk ke saluran reproduksi melalui darah. Bahan kimia ini dapat mengurangi kesuburan dengan mengganggu hormon dan merusak sel telur dan sperma.

Dampak kebisingan lalu lintas terhadap kesehatan belum jelas, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa polusi suara dapat meningkatkan hormon stres yang mempengaruhi kesuburan.

Polusi udara dan suara diduga mengganggu kesuburan. Nicola Fific/Shutterstock Bagaimana penelitiannya?

Survei terbaru tahun 2024 ini menggunakan data dari seluruh penduduk Denmark. Para peneliti menggunakan nomor identifikasi unik untuk melacak riwayat hidup partisipan, dan kemudian data mereka digabungkan ke dalam database nasional.

Data nasional memungkinkan peneliti mengeksplorasi hubungan antara kesehatan seseorang dan sejumlah faktor, seperti tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan, dan riwayat keluarga. Cara ini disebut “kemitraan data” (data linking).

Penelitian ini bertujuan untuk menjaring pasangan yang mungkin sudah menjalani program kehamilan namun berisiko terdiagnosis infertilitas.

Lebih dari dua juta peserta penelitian adalah pria dan wanita usia subur. Peserta yang didiagnosis infertilitas sebelum usia 30 tahun biasanya hidup sendiri atau menjalin hubungan sesama jenis. Peserta penelitian juga termasuk orang-orang yang informasinya tidak lengkap, seperti tidak memiliki alamat.

Peserta kemudian disaring kembali berdasarkan kriteria berikut:

berusia 30 hingga 45 tahun, menikah atau bersama hingga dua anak yang tinggal di Denmark antara 1 Januari 2000 dan 31 Desember 2017.

Dari jutaan peserta, hanya 377.850 perempuan dan 526.056 laki-laki yang memenuhi syarat.

Penelitian ini tidak mensurvei partisipan secara langsung. Selama lima tahun, para peneliti hanya memeriksa informasi rinci para peserta, serta kemungkinan mereka didiagnosis menderita infertilitas. Informasi ini diverifikasi melalui registrasi pasien nasional di Denmark, Danish National Patient Registry.

Para peneliti menilai seberapa banyak tempat tinggal tersebut terkena kebisingan lalu lintas (diukur dalam desibel). Begitu pula dengan rumah yang terkontaminasi polusi udara atau partikel halus di udara yang disebut PM2.5.

Tutup tubuh dokter wanita yang berbicara dengan pria dan wanita.

Penelitian ini menggunakan data nasional untuk menyelidiki penyebab infertilitas. Chinnapong/Shutterstock Hal ini ditemukan oleh para peneliti

Para peneliti menemukan bahwa dari 526.056 partisipan laki-laki, 16.172 diantaranya mengalami infertilitas. Selain itu, dari 377.850 peserta perempuan, sebanyak 22.672 orang mengalami infertilitas.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pria 24% lebih berisiko mengalami infertilitas jika terpapar kadar PM2.5 yang 1,6 kali lebih tinggi dibandingkan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sementara itu, wanita berusia di atas 35 tahun memiliki risiko infertilitas sebesar 14% jika terpapar kebisingan lalu lintas dengan tingkat kebisingan 10,2 desibel, lebih tinggi dari rata-rata 55-60 desibel.

Baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan, masyarakat dari semua tingkat pendidikan dan pendapatan mungkin mengalami risiko serupa akibat paparan polusi udara dan suara di atas.

Studi tersebut kemudian menyoroti bagaimana fenomena polusi udara dan kebisingan lalu lintas dapat memberikan dampak langsung dan dampak jangka panjang yang berbeda terhadap kemampuan reproduksi pria dan wanita.

Normalnya, setelah masa pubertas, pria selalu memproduksi sperma hingga 300 juta per harinya. Namun paparan polusi udara dapat mempengaruhi jumlah dan kualitas sperma. Dampak buruk polusi udara terhadap kesuburan pria mungkin muncul lebih cepat dibandingkan pada wanita.

Jalan melengkung dengan pepohonan dan mobil, blok apartemen di latar belakang.

Lebih dari separuh penduduk dunia kini tinggal di perkotaan. Thiago Japiassu/Unsplash

Sedangkan wanita dilahirkan dengan jumlah sel telur 1-2 juta dan tidak bisa menghasilkan sel telur baru. Sel telur memiliki beberapa “metode pengendalian kerusakan”. Hal ini berguna untuk melindungi terhadap bahaya lingkungan sepanjang hidup.

Ini tidak berarti sel telur tidak sensitif terhadap kerusakan. Namun, mungkin diperlukan waktu lebih dari lima tahun (durasi penelitian ini) agar dampak paparan polusi udara terhadap kemampuan reproduksi perempuan menjadi jelas.

Penelitian lebih lanjut diperlukan

Menghubungkan data dapat menjadi metode yang ampuh untuk menyelidiki dampak lingkungan terhadap kesehatan. Metode ini memungkinkan dilakukannya proses penilaian terhadap sejumlah besar orang dalam jangka waktu yang lama, seperti yang dilakukan pada penelitian di Denmark.

Sayangnya, penelitian jenis ini memiliki keterbatasan. Penelitian ini mengandalkan beberapa asumsi karena tidak meneliti individu secara langsung dan memperhitungkan faktor biologis partisipan – seperti kadar hormon dan massa tubuh.

Contoh asumsi dalam penelitian ini adalah apakah pasangan yang didiagnosis infertilitas sebenarnya sedang berusaha untuk memiliki anak.

Para peneliti juga memperkirakan paparan masyarakat terhadap kebisingan dan polusi udara berdasarkan alamat rumah mereka, dengan asumsi mereka berada di rumah.

Hasil penelitian bisa lebih akurat jika ada survei yang mengikutsertakan langsung orang-orang yang mengalami infertilitas dan mengalami paparan polusi udara dan kebisingan lalu lintas.

Pertanyaan survei mungkin perlu mencakup berbagai faktor yang dapat mengubah respons hormonal dan memengaruhi infertilitas, seperti gangguan tidur dan stres. Para peneliti juga mungkin mempertimbangkan paparan bahan kimia pengganggu hormon yang biasa ditemukan di rumah, digunakan dalam produk rumah tangga, dan dalam perawatan pribadi sehari-hari.

Penelitian ini tergolong inovatif karena belum pernah dilakukan sebelumnya. Temuan ini memiliki potensi besar untuk menyelidiki kemungkinan hubungan antara polusi udara dan kebisingan lalu lintas serta infertilitas.

Namun, penelitian yang lebih terkontrol – yang melibatkan pengukuran langsung dan bukan sekedar perkiraan – diperlukan untuk memperdalam pemahaman kita tentang bagaimana polusi udara dan kebisingan lalu lintas mempengaruhi kemampuan reproduksi pria dan wanita.

negaraku

negaraku indonesia

indonesia negaraku

indonesia

Artikel Populer