Friday, December 6, 2024

5 Teratas Minggu Ini

Posting Terkait

Tak hanya akses, budaya membaca di Indonesia juga berkaitan dengan norma sosial

Sejak partisipasi pertamanya pada tahun 2000 dalam Program Penilaian Siswa Internasional (PISA) dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), sebuah organisasi antar pemerintah yang misinya adalah menciptakan kehidupan yang lebih baik melalui pengembangan kebijakan, Indonesia tetap berada di dalam negeri. di peringkat terendah. Data PISA terbaru tahun 2022 menunjukkan Indonesia berada di peringkat 69 dari 81 negara peserta.

Dari sisi literasi saja, skor Pisa Indonesia tahun 2022 khusus kategori kemampuan membaca berada di peringkat 71 dari 81 negara dengan skor 371, di bawah rata-rata skor membaca global sebesar 476. Sementara itu, survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 menunjukkan hanya 13,11% masyarakat Indonesia yang membaca buku dalam sebulan terakhir selama periode survei. Hal ini menandakan bahwa budaya membaca di Indonesia masih lemah.

Padahal, pemerintah telah berupaya mengatasi masalah ini dengan berbagai program. Sebut saja Program Perpustakaan Satu Desa, Satu Desa, Gerakan Literasi Sekolah, atau program Sastra dalam Kurikulum.

Namun upaya intervensi tersebut tampaknya belum cukup untuk membangun budaya membaca di Indonesia. Sebab, menurut kami, belum lengkapnya pandangan para pemangku kepentingan mengenai budaya membaca di Indonesia. Sejauh ini, seluruh intervensi yang dilakukan masih terlalu terfokus pada pembangunan akses terhadap membaca buku. Padahal, selain akses, ada faktor lain yang juga berperan dalam menciptakan budaya membaca, yaitu norma sosial.

Norma sosial dan budaya membaca

Norma sosial adalah seperangkat hal yang diterima atau dianggap wajar (pantas) oleh orang-orang dalam suatu kelompok. Norma sosial dapat berfungsi sebagai navigator bagi seseorang untuk menentukan apakah tindakan yang dilakukannya dapat diterima atau tidak oleh masyarakat, serta memprediksi bagaimana reaksi orang lain terhadap perilakunya di masyarakat.

Isaac Eisen, psikolog sosial dan profesor emeritus di University of Massachusetts Amherst, Amerika Serikat (AS), dalam teorinya Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa persepsi terhadap norma sosial merupakan salah satu variabel yang menentukan munculnya perilaku sosial. niat seseorang. melakukan sesuatu.

Artinya sebelum melakukan sesuatu, biasanya seseorang terlebih dahulu memeriksa apakah lingkungan dapat menerima perilaku yang akan dilakukannya. Jika seseorang yakin bahwa lingkungannya tidak mendukung perilakunya, maka ia akan cenderung mengurungkan niatnya untuk melakukan sesuatu.

Dalam konteks budaya membaca, norma sosial mengenai perilaku membaca merupakan seperangkat keyakinan kolektif yang memungkinkan masyarakat memandang membaca buku sebagai perilaku yang wajar dan wajar untuk dilakukan.

Jika akses memberikan kesempatan seseorang untuk membaca dengan menyediakan buku untuk dibaca, maka norma sosial berperan dalam menjaga perilaku membaca buku sebagai perilaku yang dianggap wajar, atau bahkan dirayakan, dalam masyarakat.

Norma sosial terkait membaca di Indonesia

Norma sosial yang mendukung membaca sepertinya belum terbentuk di Indonesia. Berdasarkan survei perilaku membaca yang kami lakukan terhadap 503 responden pada tahun 2023 di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, sebagian besar responden masih menganggap lingkungan sosialnya tidak mendukung perilaku membaca buku.

Saat ditanya apa pendapat orang lain tentang dirinya saat membaca buku di depan umum? Mayoritas responden berpendapat bahwa masyarakat akan memberi label negatif terhadap mereka. Terdapat 30% responden (proporsi terbesar) yang menganggap dirinya akan dicap terlalu serius dan 23% responden (terbesar ketiga) yang menganggap dirinya akan dicap terlalu intelektual. Temuan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih menganggap perilaku membaca sebagai perilaku yang dicap negatif oleh lingkungan.

Tabel persepsi membaca di tempat umum. Penulis diamankan.

Argumen tersebut diperkuat dengan data yang menunjukkan bahwa lebih dari 50% total responden berpendapat bahwa lingkaran pertemanannya tidak mendukung perilaku membaca.

file 20240723 19 n689ev.jpg?ixlib=rb 4.1

Dukungan untuk perilaku membaca. Penulis diamankan.

Selain itu, keluarga yang seringkali menjadi faktor penting dalam membentuk perilaku juga kurang dominan dalam mendukung perilaku membaca. Meski mayoritas (54,8%) merasa didorong oleh keluarganya untuk membaca buku, namun 45,2% responden masih merasa perilaku membaca mereka tidak didukung.

file 20240723 17 yqlbsh.jpg?ixlib=rb 4.1

Dorongan untuk membaca buku. Penulis diamankan.

Data di atas juga didukung oleh penelitian pada tahun 2021 yang menunjukkan bahwa ketika perilaku membaca dipandang sebagai aktivitas yang dihargai dan didukung oleh orang tua, kemungkinan besar orang akan mengembangkan kebiasaan membaca yang kuat.

Kebutuhan mendesak: intervensi

Temuan di atas menyoroti pentingnya intervensi dalam membangun norma-norma sosial dalam perilaku membaca agar budaya membaca di Indonesia dapat terbentuk dengan lebih baik.

Beberapa upaya intervensi yang dapat dilaksanakan antara lain:

1. Kampanye di jejaring sosial

Menampilkan perilaku membaca sebagai aktivitas yang dekat dan personal dengan generasi muda dapat menjadi intervensi yang efektif. Inisiatif ini telah dilakukan oleh beberapa gerakan masyarakat seperti gerakan Pesta Buku Indonesia yang berpusat di berbagai kabupaten dan kota di Indonesia, atau gerakan Baca Di Surabaya yang berpusat di kota Surabaya.

Inisiatif seperti ini berpotensi menghilangkan persepsi negatif terhadap perilaku membaca buku dan justru menjadikan perilaku membaca terlihat keren. Semakin keren tampilannya, semakin banyak anak muda yang ingin berpartisipasi. Apalagi jika gerakan ini dibarengi dengan keterlibatan tokoh masyarakat atau influencer, maka perilaku membaca akan menjadi tren populer yang akan populer di kalangan generasi muda.

Survei pengaruh influencer media sosial pada tahun 2022 membuktikan bahwa masyarakat memandang influencer sebagai individu yang persuasif dan dapat dipercaya (trustworthy) sehingga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perilaku masyarakat.

Sebagai individu, kita juga dapat berperan dalam membangun norma-norma sosial yang mendukung perilaku membaca buku. Dengan seringnya memposting foto orang sedang membaca buku di media sosial, maka perilaku membaca akan teridentifikasi sebagai perilaku yang identik dengan masyarakat kita. Sehingga masyarakat yang belum terbiasa membaca buku akan merasakan FoMO (fear of missing out) dan akhirnya mulai membaca buku untuk diterima secara sosial.

2. Program membaca bersama

Mengadakan kegiatan membaca bersama di perpustakaan desa, sekolah atau tempat umum dapat menimbulkan persepsi bahwa lingkungan merupakan lingkungan yang mendukung budaya membaca. Salah satu kegiatan yang bisa dijadikan contoh adalah Ayo Baca Bersama yang dilaksanakan di Jakarta.

Kegiatan membaca kelompok di ruang publik seperti ini, jika digalakkan secara masif di berbagai daerah, akan mempunyai kekuatan yang kuat dalam mendorong masyarakat untuk tertarik membaca buku, melakukannya secara terus menerus, dan pada akhirnya akan membangun kebiasaan membaca buku itu sendiri.

Tentu masih banyak upaya atau intervensi lain yang bisa dilakukan untuk membangun norma sosial. Namun upaya tersebut tidak akan mendapat perhatian jika kita tidak melihat permasalahan rendahnya budaya membaca di Indonesia dari sudut pandang yang benar dan utuh.

Sudah saatnya pemerintah dan masyarakat memperluas wawasannya dengan mempertimbangkan faktor-faktor selain akses, termasuk norma-norma sosial yang tidak kalah pentingnya dalam upaya pengembangan budaya membaca di Indonesia.

Artikel ini juga mendapat saran dan masukan dari Melania Utami Nirwan, Hanita Putra Djaya, Febrianti Hasanah, Nur Inaiah Musa, Nurmisuari Salihu dan Sri Aiu Prativi dari Tim Peneliti Perilaku Membaca Kota Makassar (LONTAR) dan Klub Buku Makassar. Tim penulis mengucapkan terima kasih atas masukan Anda.

negaraku

negaraku indonesia

indonesia negaraku

indonesia

Artikel Populer